![]() |
©Reuters
|
Masih ingatkah kalian dengan konflik Israel-Palestina untuk pertama kalinya, kedua kali, bahkan mungkinkah konflik di kedua wilayah tersebut tidak akan pernah padam ditelan zaman?
Terakhir kali kedua negara tersebut mengalami perang yang besar adalah
tahun 1982, di mana PLO yang berada di Lebanon melakukan penyerangan terhadap
Israel dan hal itu menyebabkan bentrokan dan aksi saling menyerang. Dampaknya
adalah kekalahan pihak PLO, sedangkan pasukan Israel berhasil maju sampai ke
ibu kota negeri Perancisnya negara Arab, Beirut.
Lalu akankah bentrokan dan aksi saling menyerang dalam skala besar
bakal terjadi kembali antara keduanya dan menjadi perang yang besar setelah
perang tahun 1982? Mungkin memang sudah terjadi. Seperti yang telah dilansir
oleh banyak media, ataupun banyak ditulis oleh koran-koran nasional sampai
internasional, keduanya mulai bersitegang pada pertengahan bulan Juli 2017.
kekerasan dan bentrokan antara keduanya dipicu oleh tindakan Israel
yang berani menutup akses bagi umat Islam yang akan menjalankan ibadah di
masjid yang pernah menjadi kiblat umat muslim dunia, al-Aqsa di Yerusalem, kota
suci dari tiga agama samawi. Hal itu telah menelan korban sampai sekitar 900
penduduk Palestina mengalami luka-luka dan sedikitnya 3 penduduk Palestina
meninggal dunia.
Banyak rumah sakit di Palestina menampung korban bentrokan, bahkan
mereka takut jika rumah sakit di Palestina sudah tidak dapat menampung banyak
korban lagi. Hal itu pasti mengingatkan peristiwa-peristiwa pertama kalinya
Israel menyerang Palestina tahun 1948. Dan tidak dapat diragukan lagi akan
banyak keadaan traumatik yang terjadi di sana.
Israel menutup al-Aqsa dan memasang alat deteksi berupa logam detector
yang dapat dikatakan melanggar hukum internasional. Hal tersebut berakibat
fatal karena penduduk Palestina bahkan masyarakat muslim dunia mengira adanya
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Israel. hal itu menimbulkan adanya ketidakleluasaan
penduduk Palestina yang akan masuk ke al-Aqsa.
Tindakan Israel ini pun banyak mendapatkan kecaman dari dunia
internasional, khususnya dari masyarakata muslim internasional. Banyak rakyat
turun ke jalan menuntut penyelesaian kejadian tersebut. Bahkan Perdana Menteri
Turki menyatakan sendiri bahwa tindakan Israel tersebut termasuk tindakan
radikal yang telah merusak sikap toleransi antarumat berbangsa dan bernegara
yang perlu ditangani dengan cepat.
Dalam menghadapi peristiwa itu, Indonesia juga tidak tinggal diam.
Menteri Luar Negeri, Retno, mengumpulkan para duta besar negara-negara OKI
untuk Indonesia dan menyatakan bahwa situasi di al-Aqsa terus memanas dan dunia
Islam tidak boleh tinggal diam.
Dia juga menuturkan bahwa kekerasan yang terjadi di sana tidak bisa
terus terjadi dan dia mengajak para duta besar untuk melakukan sesuatu yang
dapat meredam keadaan itu. Kemudian dia meminta kepada mereka untuk segera
menyebarkan pesan tersebut ke negara-negara mereka.
Meskipun pada akhirnya logam detector tersebut dicabut karena banyaknya
tekanan poitik dari masyarakat dunia, namun tidak menutup kemugkinan besar
Israel akan menggantinya dengan alat-alat pendeteksi lain, dan itu adalah
benar.
Mereka tetap melakukan pengamanan dengan memasang smart camera dan
melakukan body search yang gunanya masih menghalangi atau membatasi penduduk
Palestina untuk mengakses al-Aqsa. Selain itu, Israel juga akan membangun
sarana pengawasan (smart surveillance) di sekitar komplek al-Aqsa.
Selalu, masalah yang terjadi di Palestina tidak jauh dan lepas dari
konflik masa lalu, selain masalah politik, tanah atau wilayah, juga masalah perebutan
kota suci tiga agama, Yerusalem. Yang ditakutkan adalah jika Israel memang
benar-benar berhasil menyingkirkan penduduk Palestina dari wilayah tersebut.
Lalu, apa yang akan terjadi dengan al-Aqsa milik seluruh masyarakat
muslim dunia? Apakah dapat dipertahankan? Atau sebaliknya? Lalu akan jadi
perang yang keberapa dalam mempertahankan keutuhan masjid yang diyakini pernah
menjadi saksi peristiwa Isra’ dan Mi’rajnya Muhammad? Wallaahu a'lam..

Komentar
Posting Komentar