Jogja, dengan
segala macam budayanya berhasil menyuguhkan sebuah pesta rakyat yang tidak
kalah menariknya dengan acara-acara yang ada di layar televisi saat ini. Jogja,
dengan segala keramahan penduduknya, memberikan kehangatan suasana yang tidak
bisa kota-kota lain berikan. Jogja adalah kota budaya yang tidak ada matinya.
Jogja juga kota pelajar di Indonesia yang memiliki banyak keberagaman
manusianya yang tidak pernah lekang oleh waktu.
Setiap sudut Jogja
itu romantis, kata salah satu tokoh pendidikan terkemuka di negeri ini.
Bagaimana tidak, Jogja itu romantis tidak hanya bisa dinikmati oleh sepasang
kekasih saja, tetapi bersama teman dekat yang nantinya akan jadi sepasang
kekasih. Loh? Keromantisan Jogja juga dapat dirasakan dengan sahabat dan juga
geng sekolah atau kampus. Pokoknya setiap yang datang ke Jogja, pasti bakalan
merasa kangen yang luar biasa seakan-akan Jogja itu sudah menjadi kampung
halamannya.
Apalagi, banyak
sekali acara budaya yang digelar di kota ini, mulai dari pekan budaya maupun
festival budaya, seperti pasar kangen Jogja, Festival Kesenian Jogja, dan yang
tidak kalah ramai dan terkenalnya adalah Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta yang
digelar di kampung Ketandan, sebuah kampung Tionghoa yang masyhur di
Jogja. Pekan budaya ini merupakan sebuah
acara yang diadakan dalam rangka merayakan tahun baru Imlek yang tahun pada
tanggal 28 Januari 2017. Pekan budaya ini juga berlangsung lebih lama, yaitu
mulai dari 5 Februari hingga puncak acaranya 11 Februari 2017.
Banyak sekali
acara yang berbau nusantara digelar. Salah satu yang paling menarik perhatian
saya adalah Pemilihan Koko Cici Yogyakarta. Bagi kota toleransi ini, tahun ini
adalah tahun kedua perhelatan tersebut diadakan. Kata ketua Ikatan Koko Cici
Indonesia, Jogja yang baru pertama kali mengadakan acara pemilihan Koko Cici
Jogja di tahun 2016 lalu telah menorehkan prestasi yang cukup membanggakan.
Jogja berhasil menyabet juara runner up di ajang pemilihan Koko Cici Indonesia.
Yah, sesuatu yang
sangat membanggakan tentunya karena baru pertama kali Koko CIci Jogja mengikuti
ajang ini dan langsung berhasil mengharumkan nama daerah yang biasanya disebut
sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta. Saya jadi ingat ada lagu Jogja dengan lirik
‘istimewa negerinya istimewa orangnya’. Mungkin salah satu buktinya adalah
dengan kemenangan itu. Orang Jogja mampu berkontribusi di ajang nasional dan
memiliki potensi yang tidak kalah dengan daerah lain.
Ada juga hal lain
yang patut dibicarakan selain ngomongin masalah ajang pemilihan Koko Cici
Yogyakarta di Pekan Budaya Tionghoa Jogja ini. Yang paling istimewa adalah
adanya panjangnya stan-stan kuliner yang ada di kampung Ketandan ini. Ada
ratusan stan makanan yang disuguhkan demi memudahkan para pengunjung untuk
emnikmati santapan khas Tionghoa dalam rangka hari raya Imlek. Berbagai macam
makanan ditawarkan dengan harga yang relatif terjangkau. Dan yang mungkin agak unfamiliar
adalah banyaknya jajanan yang berbahan dasar daging babi, yang menurut saya itu
makanan yang susah ditemui saat hari-hari biasa. Di sana, ada berbagai macam
olahan makanan yang berbahan daging babi dijual.
Meski para
pengunjung yang datang berasal dari berbagai macam kalangan, suku, dan juga
agama, mereka tidak merasa risih sama sekali melihat stan-stan dan para
pedagang menjajakan jajanan daging babi itu. Saya merasa betapa kota ini
berandil besar dalam membangun masyarakat yang multikultural. Mereka memiliki
rasa toleransi yang amat tinggi untuk hal ini. Bagaimana tidak, dua hari terakhir
saya datang ke pekan budaya ini, saya melihat banyak pengunjung muslim yang
rela menemani teman nonmuslim mereka yang mencicipi jajanan dari daging babi
tersebut, bahkan mereka juga ikut duduk dan bercengkerama bersama. Suatu
pemandangan yang hangat dan menggembirakan di tengah panasnya isu SARA di
negeri ini.
Saya pikir, Kampung Ketandan ketika merayakan pekan
Budaya ini menjelma menjadi China Town versi kecil di negara-negara lain. Saya
berharap semoga acara seperti ini bisa menjadi sarana untuk merekatkan kesatuan
masyarakat Jogja yang berasal dari berbagai macam kota, suku, agama, dan ras
yang berbeda. Jogja itu istimewa, memang benar. Dan siapa sih yang tidak rindu
dengan suasana Jogja? Saya pikir tidak ada.
Komentar
Posting Komentar