“Sebenarnya aku ada kelas sekarang. Bisa kita lanjutkan setelah ini?”
pintaku menahannya. Aku kehilangan kata-kata. Hanya itu yang bisa menjadi
alasanku sekarang agar aku bisa memiliki kesempatan duduk berhadapan dengannya.
Aku takut kalau aku selesaikan sekarang, dia akan langsung pergi
meninggalkanku. Aku pikir aku egois, juga jahat. Tapi untuk kata hati yang
sedang terluka, aku akan mengikutinya. Entah itu akan membuatku merasa lebih
baik atau malah membuatku sangat menyakitkan.
Aku pergi meninggalkannya sendirian. Aku harap dia juga ikut pergi. Sore
itu, di perpustakaan kampus, aku menikmati hujan yang dingin. Hatiku juga
sedang dihujani dengan kesedihan. Aku menatap kosong keluar jendela. Aku tidak
tahu lagi rencana apa yang akan aku lakukan ketika bertemu lagi dengannya. Aku
tidak tahu lagi apa yang akan aku katakana padanya.
Waktu menunjukkan angka enam. Aku merasa jauh dengan senja ini. Lamunanku
terpecahkan oleh suara dering telepon. Nama yang sangat aku kenali.
“Halo. Ada apa?” Aku tahu ini
pasti akan terjadi. Dia selalu saja tahu apa yang aku pikirkan. Dia menelponku
untuk sore tadi.
"Apa kamu sudah bertemu
dengannya? Apa yang dia katakan?" pertanyaan itu membuatku ingin
memeluknya. Dia selalu mengerti apa yang sedang terjadi padaku. Aku ingin
sekali meminta maaf karena telah bersikap seperti ini, mengganggu pernikahan
orang lain, hal yang tidak pernah ibuku ajarkan.
“Aku belum bicara banyak
dengannya. Aku tidak tahu harus berkata apa. Dia selalu membuatku tercekik,
Bu.” Aku menahan tangis. Diapun tahu aku melakukannya. Air mata ini sudah tidak
tahan untuk bebas keluar.
“Ibu pernah bilang bahwa
seharum-harumnya bunga yang banyak madunya, akan ditinggalkan oleh lebah kepada
bunga yang lain. Jangan pernah mencintai sesuatu dengan berlebihan. Itu akan
menghancurkanmu lebih dulu.” Aku terdiam. Ah, kata-kata itu.
“Aku harus pergi, Bu. Banyak
pekerjaan yang belum aku selesaikan. Aku tutup telponnya sekarang.”
bersambung....
friday afternoon
December 27, 2013
12.56
Komentar
Posting Komentar